PENGEMBANGAN SUBAK SEBAGAI LEMBAGA EKONOMI (LUES)
MELALUI SISTEM INTEGRASI
Oleh:
Nyoman Suparta
PENDAHULUAN
Kondisi pertanian kita telah berubah, tidak masih subsisten. Petani telah bersifat komersial yakni mulai dari membeli input di pasar dan berakhir dengan menjual kembali hasilnya ke pasar. Namun, petani kurang bersikap mental sebagai seorang pengusaha atau manajer usaha, yang senantiasa mengejar nilai tambah.
Alit Arta Wiguna (2008) bahkan mengatakan petani tidak lebih dari kehidupan seorang pekerja yang mengandalkan ”upah”. Bila ingin meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka paradigma bekerja harus diubah menjadi paradigma bisnis. Menurutnya, cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan model agro-eko-bisnis, yang menekankan pada bisnis pertanian yang ramah lingkungan. Konsep agro-eko-bisnis akan berkembang bila semua pihak yang terlibat memiliki komitmen kuat untuk berhasil. Serupa dengan pendapat Windia, W (2008) dan Budiasa, W (2008) yang menganjurkan untuk menerapkan koperasi tani di subak, yang dapat berfungsi ganda untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Subak merupakan kearifan lokal yang merupakan kristalisasi hasil imaginasi dan pengalaman kehidupan petani berabad-abad di sawah. Subak telah terbukti mampu mengawal kepentingan petani untuk menghasilkan produksi dan meningkatkan produktivitas. Subak telah menjadi sarana interaksi sosial petani yang dilandasi jiwa kegotongroyongan dan religiusitas tinggi. Subak juga terbukti dapat menjadi wahana bagi pengembangan usaha ekonomi produktif di pedesaan. Untuk itu, maka pilihan terbaik adalah membangun unit usaha ekonomi dan bisnis berbasis subak (pertanian modern).
KEBERADAAN SUBAK DI BALI
Subak dikenal sebagai organisasi sistem irigasi di Bali sejak tahun 1071. Sebagian besar diantaranya masih bersifat tradisional, bercorak sosio-agraris-religius yang dilandasi oleh jiwa dan semangat kegotong-royong yang tinggi. Subak juga memiliki kebebasan dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri.
Subak secara turun temurun telah mengakar pada budaya petani yang berbasiskan agama Hindu, yang diilhami oleh falsafah “Tri Hita Karana” atau tiga hal yang menyebabkan kebahagian lahir dan batin, yakni a) hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya. Subak telah menjadi bagian dari kehidupan petani, menjadi miliknya, sehingga subak mampu bertahan dalam kehidupan petani berabad-abad lamanya hingga jaman modern saat ini.
Keluwesan subak dalam menerima inovasi pembangunan sangat dimungkinkan karena kelembagaan subak menganut prinsip “basic institution endowment” yakni mengatur norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat atau pranata hubungan tata kehidupan di masyarakat; dan “basic institution arrangement” yakni mengatur hubungan antar manusia dalam penggunaan sumber daya sehingga bersifat lebih dinamis. Karena itu, adanya campur tangan pemerintah melalui Dinas PU dalam pembangunan jaringan irigasi, dan rekayasa teknologi maupun kelembagaan masih dapat diterima baik oleh petani.
Menurut Sutawan (1990) disamping nilai aspek otonomi dan demokrasi, subak juga memiliki aspek pertumbuhan ekonomi, yang senantiasa berupaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.
Subak berfungsi untuk menata kehidupan anggotanya guna melancarkan kegiatan usahatani sehari-hari, mulai dari pengadaan dan pengaturan air irigasi, pengolahan tanah, penyediaan saprodi, pengaturan penanaman, tata upacara pemeliharaan tanaman, dan pengamanan tanaman hingga pemanenan hasil.
KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI
Mosher, A.T. (1966) dalam bukunya “Getting Agriculture Moving” menyatakan bahwa, untuk keberhasilan pembangunan pertanian diperlukan 5 syarat pokok dan 5 faktor pelancar. Diantara 5 syarat pokok adalah pasaran hasil usahatani, teknologi, ketersediaan sarana produksi, perangsang produksi, dan transportasi, sedangkan 5 faktor penunjang diantaranya adalah pendidikan pembangunan, kredit usahatani, dan kerjasama kelompok. Mengikut konsep tersebut, maka pada tahun 1967 program Bimas padi menekankan perlunya catur sarana wilayah unit desa, yakni penyuluhan (PPL), pelayanan kredit (KUT), pelayanan saprodi, dan pelayanan pengolahan dan pemasaran hasil (KUD) (Sekretariat Badan Pengendali Bimas, 1997). Atas dasar pertimbangan untuk lebih meningkatkan produksi dan produktivitas hasil, maka pemerintah menerapkan program Inmas dan Laku (1976), insus (1979) dan Supra insus (1986) dengan inovasi rekayasa teknologi, rekayasa sosial kelembagaan dan ekonomi.
Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai kelembagaan sosial dan ekonomi petani yang berfungsi memberikan pelayanan saprodi, kredit usahatani, dan pengolahan atau pemasaran hasil sesungguhnya sangat tepat pada waktu itu. Namun sayang, KUD kini kurang mampu mengantisipasi perkembangan yang demikian pesat di bidang usaha pertanian. Disisi lain petani sungguh membutuhkan adanya kelembagaan sosial ekonomi, untuk mewadahi kegiatan riil bisnis pertanian di wilayahnya. Untuk itulah dipikirkan perlunya mewujudkan kelembagaan sosial ekonomi yang dekat dengan basis kegiatan petani. Kelembagaan seperti itu akan lebih kuat apabila dilakukan pada lembaga yang telah ada, mandiri dan mengakar pada masyarakat, seperti subak. Karena itulah, maka Lembaga Usaha Ekonomi Subak (LUES) menjadi pertimbangan untuk dikembangkan dalam tulisan ini, yakni lembaga usaha ekonomi dalam bentuk Usaha dagang (UD) atau Koperasi Usaha Tani (KUT) atau Perseroan Terbatas (PT) yang dirasakan sesuai dan tepat untuk diterapkan di lokasi itu, namun tetap berlandaskan pelestarian subak atau berbasiskan subak.
LEMBAGA USAHA EKONOMI SUBAK (LUES), SUATU ALTERNATIF
Fungsi sosio-agraris-religius subak setidaknya telah mampu menghasilkan kelestarian lingkungan dan sosial budaya di pedesaan. Namun, bila hanya fungsi tersebut yang terus dipertahankan, maka sulit bagi petani untuk dapat lebih meningkatkan pendapatannya, apalagi skala pemilikan/penguasaan lahan umumnya berkisar antara 0,35-0,50 Ha (Suparta,N., 2008).
Pertimbangan peningkatan hasil usahatani atau peningkatan pendapatan menjadi penting, karena aktualisasi rasional petani saat ini adalah perolehan manfaat (adventage) bila bertahan sebagai petani (usahatani). Bila dipandang kurang cukup memberi keuntungan, maka petani akan meninggalkan usahataninya. Dampak negatif berikutnya adalah keterpaksaan menjual lahan, sehingga alih fungsi lahan semakin menjadi-jadi. Menjual lahan dianggap lebih menguntungkan secara finansial atau fungsional.
Karena itu, subak harus mampu mengembangkan fungsi ekonomi di subak berlandaskan konsep sistem dan usaha agribisnis. Pemerintah melalui Inpres No 3/1999 juga telah memberi peluang peran ganda bagi lembaga petani termasuk subak yang tidak saja sebagai pengelola sistem irigasi, tetapi juga diberi kemudahan dan peluang untuk secara demokratis membentuk unit usaha ekonomi dan bisnis yang berbadan hukum di tingkat usahatani (Budiasa, 2008). Dengan demikian, subak dapat menjadikan corak bisnis sebagai cara untuk meraih nilai tambah lebih banyak guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Apabila subak dapat melakukan aktivitas usaha eknomi dan bisnis, maka pertanyaan berikutnya adalah bisnis apa yang dapat dikembangkan di subak? Dalam wadah LUES, petani dapat mengembangkan fungsi layanan sarana produksi, fungsi layanan penyewaan alat mesin pertanian (alsintan), fungsi layanan keuangan kredit mikro, fungsi penerapan teknologi usahatani, fungsi pembelian dan pengolahan hasil panen, dan fungsi pemasaran.
Melalui sistem kerja yang diatur ke dalam, akan ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak terkait. Di tingkat usahatani, para anggota subak dapat juga menerapakan konsep CLS, usaha pertanian terintegrasi atau pertanian terpadu, dll yang tertuang dalam konsep agro-eko-bisnis, dimana petani diajarkan untuk tidak hanya menjadi buruh tani tetapi menjadi mengusahatani. Tujuannya adalah agar para anggota subak mampu melipat gandakan nilai tambah hasil usahatani.
Karena semua fasilitas tersedia di dalam subak, maka petani diharapkan dapat memaksimalkan layanan LUES, baik saprodi, teknologi, kredit, pengolahan maupun pemasaran hasil. Petani diharapkan tidak lagi menjual gabah, tetapi menjual beras yang nilai tambahnya pasti lebih tinggi dibandingkan menjual gabah. Pemasaran beras juga dilakukan secara terkoordinasi, baik kepada pasar intern maupun kepada pasar ekstern.
Melalui inovasi Crop Livestock System (CLS) memberi peluang kepada petani untuk memelihara ternak. Hasil penjualan ternaknya akan dapat meningkakan pendapatan petani, sedangkan limbah kotoran ternaknya diolah jadi pupuk tanaman padi. Melalui Kredit Usaha Mandiri (KUM) dapat membantu permodalan bagi petani atau ibu tani untuk melakukan usaha skala rumah tangga berupa usaha tani, usaha ternak, usaha kerajinan, usaha pembuatan kueh (jajan), dan usaha lainnya. Dengan demikian, semua keluarga tani akan sibuk melakukan aktivitas bisnis secara mandiri di dalam lingkungan subak.
Bila akumulasi nilai tambah itu terjadi di dalam subak melalui sistem koordinasi LUES, maka dapat dipastikan pendapatan petani akan semakin meningkat, dan kesejahteraan petani serta penduduk pedesaan pun otomatis akan lebih meningkat pula.
BANTUAN DANA SUBAK
Pemerintah daerah Bali selama ini telah berkomitmen memberikan bantuan hibah dana kepada lembaga subak sebesar Rp. 15 juta per subak, mulai tahun 2008 ditingkatkan menjadi Rp. 20 juta per subak. Berdasarkan pantauan di lapangan, ternyata tidak semua dana tersebut berfungsi produktif (Suparta, N., 2008). Masih banyak yang memanfaatkan sebagai dana habis atau dibagi habis. Sebaiknya dana bantuan tersebut dikemas menjadi motivator petani yang berfungsi produktif. Karena itu, dana bantuan Pemerintah Daerah agar dikelola dalam wadah usaha ekonomi produktif seperti LUES. Bila hal itu dapat dilakukan, maka semakin lama permodalan LUES akan semakin besar, tentu akan semakin bermanfaat bagi petani.
MAKSUD DAN TUJUAN LUES
LUES bermaksud mewadahi kegiatan warga subak dalam megembangkan agro-eko-bisnis di dalam subak. LUES yang dikelola secara profesional akan dapat mengatur aktivitas bisnis ke dalam maupun ke luar subak.
Tujuan LUES adalah:
1. Mewujudkan LUES sebagai lembaga usaha ekonomi yang mandiri dan profesional
2. Menjadikan kelembagaan subak sebagai model Agro Industri Pedesaan (AIP) pada lahan sawah irigasi dengan menerapkan Sistem Usaha Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID).
3. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan penduduk pedesaan, sekaligus mengangkat harkat dan martabat petani sebagai pengusaha tani yang maju dan mandiri.
SASARAN LUES
Sasaran LUES adalah meningkatnya nilai tambah usaha pertanian, pendapatan petani dan kesejahteraan warga subak secara keseluruhan, melalui berbagai aktivitas bisnis pertanian yang mampu dikelola oleh anggota subak.
Walaupun demikian, oleh karena subak masih tetap bercorak sosio-agraris- religius, maka meningkatnya hubungan antar warga subak maupun kelompok dan lestarinya tata upacara ritual keagamaan dan tradisi yang berfungsi mengikat psikologis warga subak tetap menjadi tumpuan harapan.
MULTI FUNGSI DAN KEGIATAN LUES
LUES mempunyai fungsi yang cukup banyak (multi fungsi), antara lain: fungsi layanan sarana produksi, fungsi layanan penyewaan alat mesin pertanian (alsintan), fungsi layanan kredit melalui jasa simpan pinjam atau KUM, fungsi pengembangan dan penerapan teknologi usahatani, fungsi pembelian hasil usahatani, fungsi pengolahan hasil panen (agroindustri pedesaan), dan fungsi pemasaran produk agribisnis/agroindustri.
Kegiatan LUES terdiri atas:
1. Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T).
Subak yang dibantu oleh manajemen LUES dapat melaksanakan Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T), yang merupakan program pemerintah mengenai peningkatan ketahanan pangan nasional di tingkat daerah, yakni:
a) Integrated Crop Management (ICM)
ICM mempunyai program pemupukan berimbang berdasarkan analisis kebutuhan unsur hara tanaman, benih bermutu, dan irigasi, penggunaan pupuk organik, dan penerapan teknik sistem jajar legowo. Sarana produksi akan dilayani oleh lues, sedangkan inovasi teknologi akan dilayani oleh Dinas Pertanian/PPL sehingga petani akan dapat bekerja lebih efektif dan efisien di sawah.
b) Crop Livestock System (CLS) atau Pertanian Terintegrasi
Kegiatan CLS memberi kesempatan kepada petani untuk memelihara ternak, pakan ternak bersumber dari rerumputan yang ada disekitar sawah dan jerami padi yang difermentasi. Jerami agar dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pakan ternak. Kotoran sapi diolah dengan cara fermentasi menjadi pupuk organik padat, sedangkan kencing sapi diolah dengan cara fermentasi menggunakan Rumo Bacillus (RB) menjadi pupuk cair (pupuk bio urine). Dengan demikian, tidak ada limbah pertanian dan atau ternak yang terbuang (pengembangan pertanian tanpa limbah). Dengan demikian, penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi, dan usaha pertanian menjadi semakin efisien. Semakin efisien usaha pertanian maka tingkat keuntungan atau pendapatan akan semakin besar. Untuk kelancaran program CLS ini, akan dikaitkan dengan program bantuan modal ternak sapi dari intansi tertentu yang akan dipelihara secara koloni, agar manajemen peliharaan menjadi lebih efektif dan penampungan limbah menjadi lebih mudah.
c) Layanan kredit melalui Simpan Pinjam/Kredit Usaha Mandiri (KUM)/lainnya
Kredit usaha sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha pertanian. Namun, umumnya petani menghadapi kendala kepemilikan agunan dan skedul pembayaran yang tidak sesuai dengan jadwal panen usahatani. Karena itu, perlu disediakan skim kredit khusus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan usahatani. Ada beberapa macam skim kredit untuk usahatani, seperti KKPA, KKPE, KUR, PKBL, dll.
Terkait kelembagaan usaha ekonomi petani, LUES melalui unit usaha simpan pinjam atau KUM dapat menyediakan layanan kredit usahatani. KUM merupakan bantuan penguatan modal usaha untuk para wanita tani dalam skala rumah tangga, seperti usaha pembuatan minyak kelapa, usaha ternak babi, usaha pembuatan kue lokal, usaha kerajinan, usaha dagang, dll.
Sebagai pilot project P3T di Bali telah dikembangkan di Subak Guama Kecamatan Marga, Yabanan pada tahun 2002, dengan dukungan dana Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) sebesar Rp. 843.200.000,-. Diketahui pula bahwa usaha ekonomi dan bisnis yang dikembangkan di Subak Guama berbentuk Koperasi Tani (Budi Susrusa dan Budiasa, dalam Budiasa, 2008).
2. Perdagangan Sarana Produksi Pertanian (Saprotan)
LUES melalui unit perdagangan saprotan, dapat melakukan kegiatan usaha penyediaan sarana produksi pertanian dan peternakan, guna melayani kebutuhan para anggotanya akan benih/bibit, pupuk, obat-obatan, pakan ternak dan peralatan usaha peternakan. Dari hasil penjualan sarana produksi pertanian/peternakan tersebut akan diperoleh keuntungan bagi LUES.
Disamping penjualan benih, pupuk, obat-obatan, pakan ternak dan peralatan usaha peternakan, biasanya ruang unit usaha pertokoan itu sekaligus dapat juga dimanfaatkan sebagai media komunikasi informasi dan konsultasi mengenai berbagai hal permasalahan yang dihadap oleh petani dalam proses usahatani/ternak. Dengan demikian, maka pengetahuan dan kecerdasan petani akan semakin ditingkatkan.
3. Penyewaan alat mesin pertanian (Alsintan)
Alsintan sering menjadi kendala bagi petani selama proses pengolahan tanah, perawatan tanaman maupun pemanenan. Sering kali proses teknis tersebut terhambat gara-gara kurang tersedianya peralatan. Karena itu, unit usaha perdagangan dapat juga sekaligus berfungsi menangani kegiatan penyewaan alat mesin pertanian. Hasil penyewaan alsintan merupakan keuntungan bagi LUES.
4. Pembelian hasil usahatani
Guna memenuhi kebutuhan bahan baku gabah bagi unit usaha pengolahan (penyosohan beras), maka unit usaha penyosohan beras sekaligus dapat melakukan fungsi pembelian hasil usahatani (gabah). Sistem dan mekanisme pembelian gabah serta pembayaran dapat dilakukan sebagaimana telah disepakati bersama berdasarkan kaidah bisnis yang sehat. Hasil keuntungan dari pembelian hasil/gabah dapat menjadi pendapatan bagi LUES.
5. Melakukan pengolahan hasil panen (Agro industri pedesaan)
LUES dapat mengembangkan unit penyosohan padi secara modern yang dilengkapi dengan dryer, agar kualitas hasil beras dapat ditingkatkan. LUES akan menghasilkan beras dengan standar kualitas tertentu, sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Calon pembeli atau pelanggan beras dapat berupa pasar internal maupun pasar eksternal. Industri pengolahan yang akan dikembangkan disesuaikan dengan hasil produksi usahatani atau keluarga tani. Mungkin industri peternakan, industri pengolahan susu, industri pengolahan umbi-umbian atau buah-buahan, industri kerajinan, industri makanan dan minuman, dll.
6. Melakukan pemasaran produk
Produk usaha pertanian di dalam LUES ada banyak macamnya, seperti gabah, beras, pupuk, ternak sapi, babi, makanan, minuman, kerajinan tangan, dll. Semua produk tersebut harus dipasarkan oleh LUES. Karena itu, LUES harus punya staf khusus pemasaran. Posisinya bisa digabung bersama Unit Perdagangan Saprodi/sapronak.
KOLABORASI MANAJEMEN TRADISIONAL DAN MODERN DALAM LUES
Pada dasarnya subak adalah lembaga tradisional. Subak menjalankan kewajiban utamanya untuk mengurus pembagian air irigasi hingga ke petak-petak sawah anggotanya, melaksanakan rangkaian prosesi upacara ritual keagamaan di sawah, dan menjalankan ketentuan tentang aturan organisasi sebagaimana disepakati dalam awig atau pasuara subak, yakni pertemuan rutin dan sosialisasi kebijakan serta pungutan jasa subak, dll. Semua keiatan yang disebutkan diatas telah mencakup corak sosial-religius dan ekonomi subak.
Subak pada dasarnya juga sudah melakukan fungsi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, sebagaimana disebutkan Sutawan (1990). Namun fungsi ekonomi itu sebatas pemenuhan kebutuhan untuk dapat melakukan kegiatan produksi usahatani. Manajemennya masih sangat tradisional. Pengurus subak belum mampu melakukan aktivitas ekonomi modern yang bersifat trobosan sebagaimana yang kita maksudkan dalam LUES. Kebanyakan pengurus subak kurang memiliki pendidikan yang memadai, sehingga peluang untuk merekonstruksi manajemen tradisional menjadi manajemen modern sulit terwujud. Karena itu, diperlukan rekayasa untuk mengkolaborasikan manajemen tradisional dengan manajemen modern di dalam subak.
Dalam upaya untuk mengkolaborasikan manajemen tradisonal dengan manajemen modern, harus didukung oleh tenaga kerja profesional yang digaji khusus untuk itu. Mereka diberi wewenang untuk mengurus LUES dengan tanggung jawab penuh. Aktivitas manajemen apapun yang akan dilakukan harus senantiasa berpedoman kepada falsafah Tri Hita Karana, dan norma-norma budaya standar, agar subak tidak kehilangan jati dirinya sebagai subak. Melalui Tri Hita Karana akan tercipta keharmonisan luar biasa baik di dalam maupun diluar subak. Kita tidak boleh melupakan motto subak, yakni “paras paros sarpanaya selulung sebayantaka”, yang artinya musyawarah mufakat yang dilandasi pengendalian diri untuk melakukan yang telah menjadi kesepakatn bersama. Didalam moto tersebut tercermin adanya keterbukaan, kebersamaan, kejujuran, keadilan, dan indipendent dalam mengurus subak.
Transformasi dan rekonstruksi inovasi manajemen modern membuka peluang subak untuk berkembang menjadi organisasi yang bercorak Sosio-Agraris-Religius-Ekonomius. LUES dirancang untuk menjadi lembaga usaha ekonomi modern di subak, namun tidak terpisahkan dari basis subak itu sendiri. Bukan mengambil alih fungsi subak, tetapi menambahkan inovasi bisnis ke dalam subak agar fungsi kegiatan ekonomi dapat meningkat dan efektif guna meningkaytkan nilai tambah, pendapatan dan kesejahteraan petani.
POLA STRUKTUR ORGANISASI LUES
Pemegang kekuasaan tertinggi dalam subak adalah anggota (krama) subak. Kelian subak dibantu oleh sekretaris, bendahara dan pembantu umum memimpin dua bidang kegiatan utama subak, yakni “Petengan” atau pengelola sistem subak yang bertugas mengelola krama subak di bidang sistem irigasi dan ritual keagamaan di subak, dan Pengurus LUES yang bertugas mengelola krama subak di bidang usaha atau bisnis pertanian.
Sebagai manajemen tradisional subak, maka pekaseh yang dibantu oleh Petengen bertugas mengurusi sistem irigasi dan ritual keagamaan di subak, termasuk urusan parhyangan, pawongan dan palemahan, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh masing-masing kelian tempek bersama semua anggota (krama) subak.
Sebagai manajemen modern, maka pekaseh dalam mengelola LUES akan dibantu oleh Pengurus LUES dan seorang manajer yang diangkat khusus oleh pengurus LUES. Manajer LUES bertugas mengelola semua kegiatan bisnis LUES, yang dalam pelaksanaannya akan dibantu oleh Kepala Bagian Administrasi Umum, Kepala bagian Keuangan & Akuntansi, serta Kepala Bagian Pemasaran/Penjualan. Unit-unit usaha yang dikembangkan seperti unit usaha perdagangan saprotan/sapronak, unit usaha penyewaan alsintan, unit usaha kredit mikro, unit usaha agroindustri pedesaan/kerajinan, dll, akan dipimpin oleh kepala unit-Kepala unit, dan di back up oleh masing-masing Kepala Bagian. Unit-Unit dan bagian-bagian yang ada dalam manajemen LUES itu yang berhubungan langsung dengan anggota (krama) subak.
ALTERNATIF PENGEMBANGAN LUES
Pengembangan kelembagaan LUES dan peningkatan kapasitas subak sebagai lembaga usaha ekonomi yang tangguh dan mandiri, amat diperlukan. Hal ini terkait dengan peran subak sebagai basis kegiatan petani, sebagai sumber pangan dalam rangka ketahanan pangan daerah, sumber budaya yang amat diperlukan bagi pelestarian budaya Bali dan pariwisata budaya, dan sumber pendapatan bagi petani peternak.
Budiasa, I.W (2008) mengungkapkan betapa pentingnya peran ganda subak sebagai lembaga pengelola irigasi dan juga sebagai pengelola usaha ekonomi dan bisnis di tingkat usahatani sesuai dengan jiwa Inpres RI No. 3/1999 yang diperkuat dengan PP no. 77/2001. Menurutnya subak harus mampu menempatkan unit ekonomi dan bisnis pada kedudukan yang tegas dan jelas dalam struktur organisasi subak. Karena itu, subak ke depan harus bersedia melakukan restrukturisasi organisasi termasuk melakukan perubahan AD/ART (awig-awig), sesuai dengan tuntutan jamannya untuk bisa bekerja lebih efisien dan efektif.
Bentuk usaha yang akan dilakukan di dalam LUES dapat berupa Usaha Koperasi seperti Koperasi Tani Subak Guama, Usaha Dagang, bahkan Perseroan Terbatas sebagaimana halnya PT. Manajemen Subak Bali di Subak Wangaya Betan, Tabanan. Pilihan bentuk badan usaha dapat dilakukan sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan para anggotanya dalam mengembangkan bisnis di dalam subak.
Lembaga usaha ekonomi berbasis subak, merupakan kegiatan usaha agribisnis di subak, yang senantiasa berpegang pada budaya dan kearifan lokal. Usaha ekonomi agribisnis dapat dikembangkan dalam banyak hal, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, namun jangan sampai tercabut dari akan budaya subak. Inovasi yang dikembangkan adalah inovasi teknologi, inovasi bisnis yang senantiasa berorientasi pada nilai tambah, inovasi maksimalisasi layanan untuk memuaskan anggota, inovasi pengolahan atau agroindustri guna memberi kepastian pemasaran hasil pertanian. Terkait inovasi-inovasi itu, prihal yang paturt dikembangkan ke depan adalah fasilitas pergudangan, fasilitas permodalan, fasilitas penggilingan padi yang dilengkap dryer, sarana transportasi, dan SDM yang mempunyai kemampuan memadai.
LUES dapat mengembangkan usaha yang saling berkaitan atau terpadu, seperti usaha peternakan ayam, sapi, babi dan itik yang dapat memanfaatkan limbah pertanian seperti dedak padi, sekam, dan jerami padi. Demikian juga usaha tanaman pangan yang dapat memanfaatkan limbah kotoran ternak sebagai bahan pupuk organik, kompos atau kascing.
Terkait isu preferensi konsumen yang beralih ke alam, maka LUES dapat mengembangkan produk pertanian organik, seperti sayuran dan buah-buahan organik, daging dan telur organik, susu organik, beras organik, dll organik.
Ke depan LUES dapat dikembangkan menjadi penjual alsintan, usaha jasa alsintan untuk para anggotanya, bahkan bisa menjadi produsen alsintan dengan teknologi tepat guna. Terkait pelayanan jasa angkutan dan pengadaan saprotan, maka dapat juga dikembangkan usaha jasa transportasi.
Di dalam LUES juga dapat dikembangkan upaya peningkatan kapasitas SDM, melalui pengembangan jiwa kewirausahaan, kemampuan bisnis, pengembangan teknologi baru, jaringan kerja, dan dan kemampuan pengelolaan usaha melalui pendidikan maupun proses pengalaman.
Peluang mengembangkan unit-unit usaha di dalam LUES, otomatis akan membuka pula peluang untuk menampung lebih banyak tenaga kerja di pedesaan, menggiatkan rotasi ekonomi pedesaan, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat pedesaan. Bila masyarakat pedesaan sudah makmur, maka masyarakat secara keseluruhan dengan sendirinya juga juga akan makmur.
Sejalan dengan jiwa Inpres No 3/1999, mulai tahun 2008 pemerintah melalui Departemen Pertanian telah merealisasikan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), melalui lembaga mikro ekonomi di pedesaan, guna membantu permodalan petani dalam mengembangkan usaha ekonomi agribisnis. Dalam program tersebut ditetapkan per desa akan menerima bantuan modal sebesar Rp. 100 juta untuk 11.000 desa miskin atau tertinggal di Indonesia, yang mempunyai potensi di bidang pertanian. Seharusnya pula, program tersebut dapat dimanfaatkan oleh subak-subak di Bali guna meningkatkan aktivitas usaha eknomi dan bisnis di subal.
Dengan demikian, subak akan semakin kuat, tangguh, mandiri dan tetap eksis di masyarakat. Subak merupakan salah satu sumber daya budaya di Bali. Subak menjadi basis kelembagaan pembangunan pertanian di Bali. Bila semua program ini berjalan sesuai rencana, maka subak akan semakin mempunyai arti penting dalam pengembangan kepariwisataan bali, yang bertema pariwisata budaya.
PENUTUP
Subak merupakan organisasi tradisional petani yang mengurusi sistem irigasi di sawah. Subak merupakan hasil kritalisasi imaginasi dan pengalan petani secara trun temurun sehingga menjadi budaya yang berlandaskan agama Hindu. Karena itu subak dikatakan bercorak sosio-agraris-religius. Namun, Sutawan, N (1990) tidak memungkiri bila subak juga berfungsi melakukan aktivitas untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Kenyataan bahwa, walaupun berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani telah dilakukan oleh pemerintah, namun hingga kini petani belum juga merasakan peningkatan kesejahteraannya secara signifikan. Karena itu, perlu dicarikan upaya lain, yakni LUES, yang dapat berbentuk Koptan, UD, atau PT.
LUES dapat melakukan berbagai macam fungsi, peran dan kegiatan ekonomi dan bisnis berbasis subak. Semua kegiatan dilakukan secara terencana dalam suatu hamparan subak, yang dikembangkan secara bertahap sesuai daya dukung sumber daya yang diperlukan, seperti SDM, modal keuangan, peralatan, teknologi, dan manajemen. LUES dapat dikembangkan di Bali, dan bisa dimulai di beberapa subak sebagai pilot project.